Kamis, 27 Januari 2011

Kembar Empat dari Bogor





foto :  FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS
Kembar Bersaudara 4 ; Marina, Marini, Martina dan Martini di temui di Rumahnya Jl. Kebun Pedas, Jakarta, Rabu (26-Januari-2011).

Marina, single, bagian keuangan RSI Bogor
Sejam lebih tua daripada tiga saudara kembarnya. Ngebet menikah bareng adik-adiknya. Tapi, sampai saat ini, menurut dia, belum ada pria yang pas di hati. 

Marini, single, bagian keuangan RS Karya Bakti, Bogor
Hobi menulis puisi dan cerpen romantis. Saudara-saudaranya menyebut dia sangat keibuan.

Martina, single, guru SDN Cibinong Kulon II, Bogor 
Paling pemalu dan pendiam di antara saudara-saudaranya.

Martini, menikah, guru di SMP IT el’Mamur, Bogor
Paling ceria di antara tiga saudaranya. Dia juga mengaku tomboi. 


Cerita si Kembar Empat dari Bogor
Dari Kecil Jadi Perhatian

Menjadi saudara kembar tentu menghadirkan keunikan tersendiri. Apalagi kembar empat, seperti Marina Siti Khodijah, Marini Siti Aisyah, Martina Siti Shopiah, dan Martini Siti Maemunah ini.

Karena keunikan itu, sejak lahir pada 7 Oktober 1983 di Bogor, Jawa Barat, para putri pasangan Sarta Wiguna dan Siti Masitoh tersebut sering menjadi sorotan sekitar. Marina, yang lahir pertama, keluar dari rahim sang ibunda secara alami. Marini, anak kedua, lahir berselisih sejam melalui operasi caesar. Begitu juga dua kembar berikutnya.

Kelahiran Marini, Martina, dan Martini hanya berselisih satu menit. Mereka berempat adalah anak bungsu di antara 13 bersaudara. Seharusnya, mereka menjadi anak kesepuluh. Tapi, karena langsung lahir empat, akhirnya jumlahnya menjadi 13 orang. Selisih umur mereka dengan saudara kesembilan adalah lima tahun. 

’’Waktu kami lahir, Kak Seto menjenguk di rumah sakit. Itu sekaligus menandai berdirinya Yayasan Nakula Sadewa yang beranggota anak-anak kembar,’’ ujar Martina kala ditemui bersama tiga saudara kembarnya di kediaman mereka di daerah Kebon Pedes, Kota Bogor, kemarin (26/1).

Layaknya anak kembar, sejak anak-anak, mereka selalu mendapatkan barang-barang yang sama. Baju, sepatu, sampai payung, semua mendapatkan jatah yang sama, baik warna maupun bentuk. Alasannya, kalau tidak sama, salah satu bisa iri. Apalagi, jika mereka sedang diundang untuk mengikuti festival kembar oleh Yayasan Nakula Sadewa di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Jadilah, orang tua mereka repot mencarikan baju-baju kembar minimal dua macam. Beberapa kali mereka mengikuti festival kembar di TMII. Terakhir, mereka mengikutinya lima tahun lalu.

Mereka juga pernah mengikuti festival kembar internasional pada 1994 juga di TMII. Mereka pun masuk ke sekolah yang sama. Menjadi anak kembar berjarak usia cukup jauh dengan saudara-saudara lainnya membuat keempatnya sangat akrab. Sejak kecil, setiap hari mereka selalu menghabiskan waktu bersama. ’’Paling senang kalau sedang sedih, ada banyak teman buat curhat. Kami juga tidak pernah kesepian karena semua dilakukan berempat,’’ ucap Martini.

Mereka menyatakan seperti ada telepati di antara keempatnya. Misalnya, kalau salah seorang di antara mereka tengah bersedih, yang lain akan ikut merasakan. Saat ini, ketika mereka sudah tidak tinggal dalam satu rumah, hal itu juga kerap terasa.

’’Beberapa kali, kami pernah memasang status Facebook yang sama. Misalnya, kalau satu lagi sedih, status lainnya juga ikut sedih,’’ ungkap Marina yang kini bekerja di bagian keuangan RSI Bogor. 
Soal cowok, mereka juga sering naksir cowok yang sama. Tetapi, mereka tidak pernah berebut. Menurut mereka, siapa di antara mereka yang merasa lebih suka dengan satu cowok yang mendekati, dialah yang akan mendapatkan cowok itu.

Saat ABG, mereka punya rencana untuk menikah bersama. Namun, rencana itu kandas. Martini yang termuda di antara mereka malah menikah terlebih dahulu. Saat ini, dia tengah mengandung tujuh bulan. Tiga saudaranya yang lain masih berstatus lajang.

Martini yang bekerja sebagai guru di SMP IT el’Mamur, Bogor, mengatakan, kata bidan yang memeriksanya, dirinya akan memiliki buah hati kembar. Tapi, setelah dipastikan melalui USG, ternyata anaknya tidak kembar. Martini malah bersyukur karena akan sangat repot kalau anak pertama langsung kembar.

Kesibukan bekerja membuat mereka agak susah untuk berkumpul bersama setiap hari. Tapi, mereka selalu menjalin komunikasi setiap hari melalui ponsel ataupun Facebook. Ada kegiatan favorit yang mereka lakukan saat sudah dewasa, yaitu menonton film Korea bersama-sama. (nar/c6/ayi)

Bagian Keuangan Jadi Guru SD

Menjadi saudara kembar identik membuat Marina, Marini, Martina, dan Martini mengalami hal-hal yang tidak dialami anak-anak lain. Wajah, bentuk tubuh, dan pembawaan yang sangat mirip membuat orang-orang di sekitar mereka bingung. Itulah yang membuat mereka bisa saling bertukar peran untuk membantu jika salah satu di antara mereka mengalami masalah. Bukan hanya orang lain, keluarga mereka pun kerap keliru menerka salah satu di antara mereka.

’’Waktu kecil, muka kami sangat mirip. Apalagi, potongan rambut kami juga sama. Ibu saja kadang-kadang bingung,’’ ungkap Marini. Dia menceritakan, suatu hari ibu menyuruh salah satu di antara mereka pergi ke warung. Tidak lama kemudian, ibu mereka marah-marah.
Sang bunda mengira, anak yang disuruh kembali ke rumah tanpa membawa pesanan yang harus dibeli di warung. Jelas saja yang dimarahi bingung. Kemarahan mereda setelah ibu mereka tahu bahwa yang disuruh ke warung belum datang.

Kesamaan fisik juga membuat mereka bisa bertukar peran. Salah satu yang kerap dilakukan adalah menggantikan kerja ketika salah satu tidak masuk kerja. Pertukaran peran tersebut dilakukan Martina yang bekerja sebagai guru di SDN Cibinong Kulon II, Bogor.

’’Waktu itu, saya tidak mengajar karena sakit. Daripada bolos, saya minta Marini menggantikan saya. Pelajaran SD kan juga tidak susah,’’ tuturnya. Padahal, Marini bukan seorang guru, melainkan staf bagian keuangan RS Karya Bakti, Bogor. Saking miripnya, guru maupun murid tidak tahu bahwa yang mereka temui hari itu adalah orang yang berbeda. (nar/c12/ayi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar