Selasa, 25 Januari 2011

Keluarga Pengacara 2





Dimarahi Ayah ketika Masuk ke Ruang Sidang

Bapak Hakim Agung, Anak Jadi Pengacara

Nesha Merangkap Jadi Kontraktor

Mereka ini adalah para pengacara yang ayahnya menjadi hakim agung. Benarkah mereka menuai berkah dari jabatan orang tuanya ketika berperkara di pengadilan?
--------------------

Nama Neshawaty mencuat belakangan ini. Putri sulung hakim konstitusi Arsyad Sanusi itu (sebelumnya pernah menjadi hakim agung) merupakan salah seorang yang disebut menemui pihak beperkara di Mahkamah Konstitusi ( MK), mantan calon Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud. Padahal, hakim konstitusi harus menjaga keluarganya agar tidak menemui pihak beperkara.

’’Saya tidak bermain dalam perkara tersebut. Papi juga tidak tahu. Saya hanya kebetulan menerima seseorang yang bertamu ke rumah karena merasa dizalimi pengacara,’’ tutur wanita 39 tahun yang karib dipanggil Nesha itu saat ditemui di apartemen lembaga tinggi negara di Kota Baru Bandar, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Apartemen tersebut merupakan rumah dinas Arsyad selama menjabat hakim. Nesha ikut tinggal di situ bersama ibu dan salah seorang saudaranya. Apartemen tersebut terletak di lantai 4 tower 1 di sisi timur yang langsung menghadap udara bebas.

Ruang tamu apartemen Arsyad cukup lapang dengan jendela besar ber-view kawasan Kemayoran. Di meja kecil di samping ruang tamu dipajang foto-foto Arsyad dan para anggota keluarga. ’’Saya kalau tinggal di sini tidak lama kok. Paling habis ini ke Surabaya atau ke Makassar untuk keperluan bisnis,’’ ujarnya.

Kendati memiliki ayah yang malang melintang di dunia peradilan, Nesha tidak benar-benar merintis karir di dunia hukum. Dia justru fokus ke bisnis. Mulai bisnis pakaian, makanan, kontraktor, hingga jasa layanan umrah. Aktivitas di dunia hukum justru secara resmi baru diterjuni pada 2009. Sebab, pada saat itulah dia baru lulus ujian di Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

Memang, Nesha pernah kuliah hukum di Universitas Airlangga (Unair). Tapi, sebelumnya dia justru belajar sastra Inggris di Universitas Widya Mandala (UWM) Surabaya, meski tak sampai lulus. Baru setelah si bungsu Irawaty Arsyad kuliah hukum, dia ikut. Nesha lulus dari Unair pada 2000.
Jalan hidup janda tiga anak itu memang tidak diarahkan Arsyad ke dunia hukum. Nesha bahkan sempat dimarahi ayahnya gara-gara nyelonong di ruang sidang saat Arsyad bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Saat itu Arsyad memimpin sidang kasus Tanjung Priok yang menewaskan Amir Biki. ’’Di depan pengunjung sidang, saya dimarahi, disuruh keluar. Sampai di rumah saya dimarahi lagi. Katanya jangan sekali-sekali masuk ruang sidang,’’ tuturnya.

Dari enam bersaudara, tutur Nesha, hanya Irawaty yang benar-benar ’’dikader’’ Arsyad. Hakim kelahiran Makassar itu juga kerap secara langsung ’’menurunkan ilmunya’’ lewat diskusi-diskusi di rumah. Bahkan, ketika akan membuat putusan, Irawaty sering berkonsultasi dengan sang ayah. Irawaty kini bertugas sebagai hakim di Depok, Jabar, sembari menunggu penempatan. ’’Kalau Papi nggak mau beri tahu, aku nggak mau jadi hakim lagi,’’ tutur Nesha menirukan rengekan si bungsu lantas terkekeh.

Beberapa tahun lalu Nesha sejatinya juga ikut nimbrung di firma hukum. Namun, dia hanya membantu dan tidak menangani perkara secara langsung. Yakni, di firma hukum ADN bersama anggota KPU Surabaya Edward Dewaruci. ’’Saya ikut mendirikan juga,’’ ujarnya.

Nesha menegaskan bahwa dia tak pernah memanfaatkan posisinya sebagai anak hakim untuk mengurus perkara. Di rumah dia juga sangat jarang berbincang soal kasus dengan Arsyad. Bahkan, pada sengketa pilwali Surabaya di MK tahun lalu, dia juga tidak ikut bermain meski kenal baik dengan Edward. ’’Saya nggak pernah ikut-ikutan,’’ tegasnya. (aga/c2/agm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar