Minggu, 28 November 2010

Jember, Rumah Belajar Matematika



Nur Fitriana/Radar Jember - Jawa Pos Group
OBSESI GURU: Siti Nurul Khasanah ingin mencerdaskan anak bangsa melalui matematika.

Siti Nurul Khasanah Merintis Rumah Belajar Matematika di Jember
Sukses Antar Belasan Anak Juara Olimpiade Matematika

Sukses mengantar tiga anaknya menjuarai olimpiade matematika mendorong Siti Nurul Khasanah, alummus MIPA UGM Jogjakarta, merintis rumah belajar matematika. Tujuannya, mencetak siswa yang andal di bidang matematika.

NUR FITRIANA, Jember

”BANYAK bilangannya seratus. Lalu, banyak pasangannya 50. Jumlah tiap pasangan 598. Lalu, berapa jumlah deretnya?” ujar Siti Nurul Khasanah kepada anak-anak usia SD di hadapannya.
Anak-anak tersebut sibuk mengutak-atik bolpoin di atas buku. Sementara itu, perempuan berjilbab tersebut dengan sabar memberikan jeda.

Setelah lebih lima menit, dia menunjuk seorang anak. ”Nouval,” ucap dia.
Yang ditunjuk hanya bergumam tidak jelas. Siti mulai tidak sabar. Dia mengulangi pertanyaannya. ”Berapa, Nouval?” tanyanya. Kali ini si anak berpikir keras.

”Jumlah deret sama dengan 50 dikalikan 598. Hasilnya, 29.900, Bu!” ujar si anak terbata-bata. Perempuan itu tersenyum, lalu menambahkan sebuah gambar bintang di depan nama Nouval yang tertulis di papan bersama nama-nama lain, seperti Sony dan Ayu yang telah mendapatkan empat bintang.

Siti Nurul Khasanah adalah guru spesialis olimpiade yang berhasil mengantar belasan anak mencapai tahap-tahap lomba olimpiade matematika di tingkat kecamatan hingga tingkat internasional. Dia biasa disapa Nurul. Sore pada 26 November 2010, dia mengajar 12 siswa yang disiapkan untuk mengikuti olimpiade matematika.

Saat Jumat, dia mengajarkan matematika khusus olimpiade. Pada Minggu, dia mengajar privat beberapa siswa SMP untuk mata pelajaran matematika serta para siswa SD yang akan menjalani UASBN.

Ibu tiga putra dan empat putri itu mengawali karir sebagai pengajar privat sebelum meluluskan kuliahnya di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogjakarta. Dia terobsesi menjadi guru. Bagi dia, sosok guru luar biasa.

Karena itu, ketika pindah ke Jember bersama dengan suami yang merupakan dosen di Fakultas Teknik Pertanian Unej, dia memutuskan mengambil akta empat di Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Jember.

”Sembilan tahun saya jadi ibu rumah tangga. Rasanya, gereget saya mengajar semakin besar. Alhamdulillah, suami mendukung saya mengambil akta empat,” ujar dia.
Keinginan perempuan kelahiran Magelang, 8 Februari 1969, itu menjadi guru tercapai pada 2004. Dia menjadi guru di SMA Muhammadiyah Rambipuji, Jember.

Meski menempuh jarak cukup jauh dari rumahnya di Perumahan Bedadung Indah Blok U Nomor 10 ke Rambipuji dengan menggunakan angkot, dia menjalani pekerjaan itu dengan ikhlas.
”Waktu itu bersejarah sekali bagi saya dan anak-anak. Mereka setelah sekolah harus naik angkot menuju Pasar Tanjung. Kalau saya datang dulu, saya menunggu mereka di pinggir jalan H.O.S. Tjokroaminoto. Kalau mereka datang dulu, merekalah yang harus menunggu saya,” ujar dia.
Sayang, meski mencintai pekerjaan tersebut, Nurul yang saat itu hamil tua harus mengundurkan diri setelah berjuang dua tahun jadi guru SMA Muhammadiyah Rambipuji. Dia tidak ingin terlalu lelah dan mengabaikan anak-anaknya yang masih kecil.

Meski belum bisa mewujudkan cita-cita mendidik anak bangsa lewat profesi guru, dia ingin memulainya dengan mengajar anak-anaknya sendiri. Dia ingin mendidik anak-anaknya sehingga bisa mencapai prestasi gemilang.

Tepat 2005, perempuan yang menikah pada 1994 itu berhasil mendorong anak pertamanya, Ahmad Mutafakkir Alam, menjadi juara olimpiade matematika tingkat nasional.
Berbekal itu, Nurul mulai mempersiapkan anak keduanya, Adzka Muhammad Mumtaz, bergelut di bidang yang sama dengan sang kakak. Belajar matematika kepada ibu dan bahasa Inggris kepada ayah, Tasliman.
Tidak mudah mempersiapkan kematangan anak-anaknya. Nurul harus mempelajari teknik menjawab soal-soal olimpiade matematika.

Ketika anak-anaknya bersekolah, dia belajar mengerjakan puluhan soal olimpiade matematika di sela-sela mengurus pekerjaan rumah tangga.     Bagi dia, hadiah terbesar adalah kepuasan ketika anak-anaknya bisa menguasai matematika di luar kepala.
Menyelesaikan soal dengan cepat melalui beragam metode pengerjaan sudah menjadi penganan wajib Nurul sekeluarga.

Putri ketiganya, Adiba Nur Ashri Ramadhani, lolos dalam olimpiade matematika tingkat internasionl dengan medali perunggu. ”Alhamdulillah, kini bukan hanya anak-anak saya yang berhasil dalam matematika. Banyak anak yang mengikuti kursus matematika dengan saya yang juga akhirnya bisa menjadi terbaik di kecamatan hingga kabupaten,” ungkap dia.

Saat ini Nurul merintis rumah belajar matematika. Diharapkan, fasilitas itu bisa mencetak anak-anak bangsa, khususnya di Jember, supaya bisa berlaga di berbagai medan.  ”Mereka harus menjadi anak-anak hebat. Tidak harus melalui olimpiade, tetapi juga di kelas dan sekolah,” ucap dia. (c11/bh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar