Selasa, 25 Januari 2011
Keluarga Pengacara 3
Foto: Boy Slamet/Jawa Pos
Ditegur Ayah, Hanya Tangani
Manajemen Kantor Pengacara
Salah seorang tokoh muda Surabaya merupakan anak pejabat Mahkamah Agung (MA). Dia adalah Adies Kadir. Ketua DPD Partai Golkar Surabaya itu adalah putra Abdul Kadir Mappong, wakil ketua MA Bidang Yudisial.
Kewenangan sang ayah (bidang yudisial itu membawahkan pidana umum, pidana khusus, perdata umum, perdata khusus, tata usaha negara, agama, dan militer) tersebut memberikan privilege tersendiri bagi Adies.
Dugaan macam-macam pun muncul. Misalnya, dengan posisi ayahnya itu, Adies pun disebut bisa gampang menang dalam beperkara. Apalagi, dia sempat bergabung dengan kantor pengacara dan kuasa hukum Syaiful Ma’arif and Partners.
Kendati baru dan masih muda di Surabaya, kiprah kantor pengacara itu cukup moncer. Beberapa kasus yang mereka tangani berhasil dimenangi secara cemerlang. Mereka juga berhasil membebaskan empat terdakwa kasus gratifikasi yang menghebohkan Surabaya pada 2008.
Saat dikonfirmasi, Adies hanya tertawa. ’’Informasi itu tak benar bila saya dianggap memanfaatkan bapak saya,’’ katanya.
Dia mengungkapkan, bapaknya justru kali pertama menegur ketika tahu dirinya mulai terjun ke bidang hukum. ’’Sebaiknya jangan jadi pengacara dulu selama bapak masih menjabat. Sebab, nanti ada konflik kepentingan. Mending nunggu bapak pensiun dulu,’’ ucap Adies menirukan sang bapak saat itu.
Dia pun mematuhi peraturan tersebut. ’’Saya memang terlibat dalam Syaiful Ma’arif and Partners, tapi tidak ikut beracara (berpraktik sebagai pengacara). Saya hanya dipercaya mengurus manajemen bironya dan sama sekali tak ada kaitan dengan kasus,’’ tegasnya.
Adies pun menceritakan riwayatnya. Setelah lulus dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Wijaya
Kusuma (UWK) Surabaya pada 1992, dirinya bekerja sebagai site engineer di PT Lamicitra. ’’Gaji saya hanya Rp 150 ribu saat itu. Itu bukti bahwa saya tidak pernah mengandalkan orang tua,’’ ceritanya. Selanjutnya, karirnya merangkak naik hingga menjadi site manager proyek Jembatan Merah Plaza (JMP) dan menjadi project manager dengan gaji Rp 7,5 juta per bulan.
Pada 1996, Adies berpindah kantor ke PT SuryaInti Permata. Dia dipercaya menjadi kepala cabang Batam yang bertugas menggarap hanggar Bandara Hang Nadim, Batam. ’’Gajinya sangat memuaskan,’’ tutur Adies tanpa mau menyebutkan nominalnya. Hanya, saat itu dia digaji dengan mata uang dolar Singapura (SGD).
Lantas, pada 1999, Adies balik ke Surabaya. Kali ini, dengan bekal tabungan dari gaji saat bekerja di PT SuryaInti Permata itu, dia membuka perusahaan sendiri, yakni PT Trisakti dan CV Delaviji. Kini, proyek yang digarap dua perusahaan Adies tersebut lebih banyak berlokasi di Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Selatan (Kalsel). Nilai proyeknya berkisar Rp 6 miliar.
Bersamaan dengan itu, dia kemudian bersekolah hukum di Universitas Merdeka (Unmer) Surabaya hingga bisa mendapatkan surat izin beracara sementara. Tapi, sesuai dengan peraturan sang bapak, dia hanya terlibat dalam manajemen biro hukum Syaiful Ma’arif and Partners.
Selanjutnya, Adies merambah dunia politik. ’’Saya sebenarnya tertarik pada dunia politik sejak kecil,’’ ujarnya. Dia menyatakan, mentornya adalah sang bapak, Abdul Kadir Mappong, yang saat itu menjabat ketua Pengadilan Negeri (PN) Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng). ’’Dulu, pada zaman Orba, PNS kan juga disuruh kampanye. Saya sering diajak kampanye sama bapak,’’ ujarnya. Tentu, partai afiliasinya adalah Golkar.
Ditambah kuliah di UWK (yang didirikan para tokoh Golkar di Jatim), tak heran bila Adies masuk Golkar. Dia memulai karir sebagai sekretaris PK (pengurus kecamatan) Golkar Dukuh Pakis. Lalu, pada 2004, dia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, tapi dapat nomor 8 alias nomor sepatu.
’’Meski tidak terpilih, saya mendapat pengalaman politik yang berharga,’’ ungkapnya.
Karirnya terus moncer. Dia kemudian menjadi ketua AMPG (Angkatan Muda Partai Golkar). Selanjutnya, dia menjadi caleg (calon anggota legislatif) DPRD Surabaya dan terpilih pada Pemilu 2009. Lantas, Adies menjabat ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Surabaya. Belakangan, dia juga terpilih sebagai ketua DPD Partai Golkar Surabaya.
Adies menuturkan, fokusnya di dunia politik semata untuk kepuasan pribadi. ’’Untuk bisnis, saya sudah cukup. Kini, dua perusahaan saya ditangani kerabat saya,’’ katanya. Kiprahnya di dunia politik juga menjadi semacam pelampiasan karena tak bisa terjun dalam dunia hukum.
’’Pernah kuliah di hukum, tentu saja saya ingin menjadi pengacara. Tapi, karena nasihat bapak itulah, saya memutuskan keluar dari manajemen Syaiful Ma’arif (and Partners) dan fokus di politik sekarang,’’ jelasnya. (ano/c5/dwi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar